Situs ini kemungkinan digunakan oleh kalangan pertapa atau resi untuk mengasingkan diri dari kehidupan duniawi dan mendekatkan diri kepada Yang Kuasa.
Tim arkeologi masih melakukan eskavasi keberadaan 2 batu setinggi 160 Cm yang berdiri tegak. Batu yang terpisah dengan jarak 1,5 meter itu masing-masing berhias gambar. Batu itu sudah terpahat rapi, diperkirakan dari zaman prasejarah.
Di sekitar lokasi juga banyak batu berserakan yang terlihat rapi. Kemungkinan, batu di era prasejarah itu dimanfaatkan oleh masyarakat di zaman sesudahnya.
Dua naga terlihat jelas pada batu setinggi 160 cm tersebut. Naga yang pertama terlihat jelas kepala dan badannya. Naga yang kedua dapat dikatakan lengkap, yakni ada kepala yang berjambul atau bermahkota, badan, dan ekor
Naga yang kedua digambarkan berada di samping seseorang berkepala botak. Orang tersebut memegang ekor naga dan tangan lainnya memegang senjata. Senjata ini kemungkinan adalah kudi atau kudhi, yakni senjata khas Banyumas.
Jadi ada batu tegak bentuknya bukan bulat, tapi bersisi tiga. Sisi pertama ada gambar naga. Mungkin ini terkait legenda Ambu Naga Rinting. Sisi kedua ada orang botak memegang senjata. Sisi ketiga ada gambar punakawan. Gambar punakawan mungkin menggambarkan tokoh Semar dan Bagong atau Bawor.
Tim arkeolog masih mencari tahu apa kaitan antara senjata tersebut dengan Kuningan atau budaya Jawa Barat. Batu berelief tersebut berada di puncak Gunung Pojok Tilu, di mana gunung ini merupakan perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Yang menarik, meski terletak di Jawa Barat, namun beberapa pahatan menunjukkan budaya yang kini kita sebut sebagai budaya Banyumasan.
Budaya Banyumasan antara lain mencakup yang kini menjadi Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap di Jawa Tengah. Situs ini memang terletak di puncak gunung di Kabupaten Kuningan yang berbatasan langsung dengan Brebes dan Cilacap.
Tampaknya, batu purbakala di Kuningan berisi relief cerita yang menggambarkan perpaduan budaya Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Pada masa lalu, batas administratif yang diterapkan saat ini belum dikenal. Selain itu, senjata kudi atau kudhi sering disebut-sebut sebagai cikal bakal bentuk kujang yang kini menjadi senjata khas Jawa Barat.
Selain pahatan naga, terdapat pahatan-pahatan lain pada batu tersebut. Masyarakat Arkeologi Indonesia (MARI) dan Pemerintah Kabupaten Kuningan terus melakukan penelitian sepanjang bulan Maret 2013.
Situs ini dikenal masyarakat lewat cerita dari mulut ke mulut. Di masa kini menjadi tempat mencari berkah dan pesugihan. Kampung terdekat berada 3 jam dari lokasi. Di tempat batu naga itu tak ada juru kunci.
Kemungkinan situs ini pada masa lalu dipergunakan baik oleh masyarakat Jawa Barat maupun Jawa Tengah.
Legenda Ambu Naga Runting
Masyarakat Kuningan mengenal legenda Ambu Naga Runting. Legenda ini tidak terlalu jelas lengkapnya. Namun disebutkan bahwa ada seekor naga yang sangat luar biasa. Kepalanya berada di Gunung Ciremai atau Ceremai yang merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat.
Gunung Tilu |
Legenda itu hanya terdengar dari mulut ke mulut dan diturunkan dari generasi terdahulu. Tapi, dalam arkeologi, legenda itu menjadi salah satu bahan penelitian. Bisa saja, batu bergambar naga itu dibuat sang pemahat diilhami kisah naga runting tersebut.
Untuk sementara diperkirakan batu tegak itu sudah didirikan oleh masyarakat sejak masa prasejarah, pahatannya cukup rapi, sehingga diperkirakan batunya didirikan sejak masa prasejarah, namun pahatannya dilakukan pada masa kemudian. Kemungkinan pahatan (gambar naga) dilakukan pada akhir masa Sunda Kuno sekitar abad ke 14-15 Masehi.
Baca Juga:
Budaya Megalitikum di Indonesia
Megalitikum Gunung Padang
Misteri Topeng Hijau Gua Made
Situs Candi Batujaya Karawang
Sumber
0 Response to "Sepasang Batu Naga Gunung Tilu"
Post a Comment