Sebuah artefak arkeologi yang memicu kontroversi dipamerkan di Museum Israel baru-baru ini. Artefak itu berupa batu yang dinamai "Batu Gabriel". Batu Gabriel ditemukan 13 tahun lalu di Yordan. Binyamin Elitzur, pakar teks bahasa Ibrani, terutama masa Raja Herodes (4SM) mengungkapkan, teks pada batu ditulis pada abad pertama SM.
Penentuan masa penulisan teks didasarkan pada bahasa dan bentuk teks. Karena ditulis pada abad pertama SM, berarti teks itu ditulis sebelum Yesus lahir (0 Masehi).
Batu Gabriel mulai memicu kontroversi pada tahun 2008. Seorang ilmuwan asal Israel, Israel Knohl, memiliki interpretasi kontroversial tentang teks pada batu tersebut. Knohl mengatakan, teks pada batu tersebut akan memicu revolusi pemahaman tentang Kristiani awal serta memberi petunjuk adanya mesias sebelum Yesus. Knohl menyebutkan bahwa kisah tentang mesias yang wafat dan kemudian bangkit lagi setelah tiga hari tidak spesial milik Kristiani.
Menurut Knohl, mesias yang dimaksud dalam batu tersebut mungkin bernama Simon. Berdasarkan tulisan sejarawan abad pertama pertama, Josephus, Simon dibunuh oleh tentara Raja Herodes. Peristiwa pembunuhan Simon, atau mungkin juga mesias lain, seperti diberitakan New York Times, 6 Juli 2008, dikisahkan dalam teks pada batu baris ke-19-21.
"Dalam tiga hari, engkau akan mengetahui bahwa kejahatan akan dikalahkan oleh keadilan," demikian dikutip New York Times. Knohl juga mengaskan bahwa di baris 80, terdapat kata "L’shloshet yamin" yang berarti "dalam tiga hari" dan "hayeh" yang berarti "hidup". Terdapat pula kata-kata lain yang lebih sulit untuk dibaca pada teks. Dinyatakan, "Dalam tiga hari kau akan hidup, Aku, (Malaikat) Gabriel, memintamu."
Menurut Knohl, kata "kau" merujuk pada "Sar hasarin" yang berarti "pangeran" atau "putri". Knohl mengungkapkan, figur yang dimaksud ialah pangeran Yahudi yang mati dan bangkit setelah tiga hari.
Benarkah interpretasi Knohl? Banyak ilmuwan memperdebatkannya. National Geographic pernah memuat interpretasi Kohl dan kontroversinya dalam salah satu tayangannya. Perdebatan muncul karena interpretasi Knohl didasarkan pada teks yang banyak bagiannya sebenarnya sudah sulit dibaca. Hanya 40 persen dari 87 baris tulisan yang bisa dibaca. Tulisan pada permukaan Batu Gabriel sudah memudar. Selain itu, terdapat dua retakan yang membelah batu secara diagonal, membuat teks terbagi menjadi tiga bagian.
Terlepas dari benar tidaknya interpretasi Knohl, Batu Gabriel tetap menarik dari sisi arkeologi. Meski teks ditulis pada batu, teks bukan merupakan pahatan, tetapi ditulis dengan tinta.
Adolfo Roitman seperti dikutip Daily Mail, Kamis (2/5/2013), mengungkapkan bahwa beberapa konten di teks yang sudah terbaca jelas juga menarik. Roitman mencontohkan, teks memuat prediksi akan kehancuran kota Yerusalem, dimana Tuhan dan malaikat kemudian muncul untuk menyelamatkan kota. Teks juga mengungkap tentang Gabriel (Jibril dalam Islam) sebagai karakter utama. Ada ayat yang menyebutkan, "Saya Gabriel".
Batu Gabriel tepatnya ditemukan pada tahun 2000 di dekat laut Mati. Batu ini sempat berpindah ke beberapa tangan termasuk kolektor asal Israel, David Jeselsoh.
Dikutip Telegraph, Kamis, Knohl mengungkapkan, ia percaya masih ada Batu Gabriel kedua. Batu tersebut menanti untuk ditemukan. "Sangat mungkin teks ditulis dalam dua batu yang berbeda, terutama karena teks memberikan referensi tentang adanya Perjanian Baru," kata Knohl. Sementara itu, teks pada Batu Gabriel pertama sendiri masih menanti untuk sepenuhnya dipecahkan. Dibutuhkan teknologi baru untuk mengungkapnya.
Knohl mengutarakan, tidak penting apakah figur yang diceritakan oleh teks pada batu itu Simon atau bukan. Yang terpenting bahwa adanya mesias yang mati dan bangkit dalam tiga hari sudah dikenal dalam tradisi Yahudi. Menurut Knohl, konsep mesias sendiri lahir dalam tradisi Yahudi karena kerinduan akan penyelamatan dan Tuhan. Yahudi mengalami kesengsaraan pada masa Raja Herodes.
Sumber:
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "Batu Gabriel - Perebutan istilah Mesiah antara Yahudi dan Nasrani"
Post a Comment