Gunung berapi Paluweh telah membentuk sebuah pulau yang naik sekitar 3000 meter dari dasar laut dan mencapai ketinggian sekitar 900 meter dari permukaan laut. Diameter pulau yang hampir melingkar adalah sekitar 8 km. Gunung berapi ini sebagian besar dibangun dari serangkaian kubah lava, dengan kubah Rokatenda menjadi tempat beberapa letusan dalam sejarah, yaitu letusan tahun 1928, 1963, 1972, 1973, 1980-1981, 1984 dan 1985. Oleh karena itu, gunung berapi Paluweh sering keliru disebut sebagai Rokatenda. Dan belakangan ini, struktur kubah yang baru, muncul di wilayah puncak sebelah barat. Kubah baru ini diberi nama Rerombola.
Letusan yang mengancam desa-desa kecil yang terletak di sisi-sisi curam gunung berapi Paluweh tahun 1928 dan 1963 menimbulkan korban jiwa dan kerusakan properti. Tanah longsor yang terkait dengan letusan 1928 menyebabkan tsunami. Namun bahaya utama adalah aliran piroklastik yang dihasilkan dari reruntuhan struktur kubah. Pada tahun 1981, 36 bangunan terbakar oleh aliran piroklastik. Untungnya, penduduk setempat telah dievakuasi sebelumnya. Pada 2013, 5 orang warga yang tidak mengikuti saran pemerintah untuk dievakuasi dari pulau itu juga tewas oleh aliran piroklastik.
Peningkatan aktivitas seismik Paluweh dilaporkan pada bulan April 2009 dan lagi pada bulan Januari 2012. Warga setempat melaporkan bahwa zona vegetasi menjadi mati terkait dengan aktivitas fumarolic baru yang berkembang di daerah puncak pada bulan Juni 2012. Tampaknya ekstrusi lava dimulai pada atau dekat zona ini pada pertengahan oktober, menandai awal letusan 2012.
Ekstrusi yang terus berlanjut dalam minggu-minggu berikutnya akhirnya membentuk kubah lava baru, yang diberi nama Rerombola (berarti 'yang Ramah') oleh penduduk setempat. Kubah baru ini tingginya kira-kira 150-200 m dari dasarnya pada akhir november 2012. Dan kubah ini telah melampaui ketinggian kubah Rokatenda tinggi, sehingga membentuk puncak baru dari gunung berapi.
Kubah Lava Rerombola |
Selama periode aktivitas sebagian besar batuan pijar runtuh di sisi-sisi atas kubah. Paluweh tetap aktif dengan peristiwa runtuhnya kubah yang terjadi cukup sering, kadang-kadang dikaitkan dengan aliran piroklastik yang mencapai laut di sisi selatan gunung berapi. Awan abu setinggi hingga 4 km juga dikaitkan dengan peristiwa ini. Runtuhnya kubah parsial yang fatal, terjadi pada tanggal 10 Agustus 2013, yang merenggut nyawa 5 orang, terkena aliran piroklastik yang mencapai laut di sisi utara pulau untuk pertama kalinya.
Aliran piroklastik pada dasarnya adalah longsoran batu panas dan gas vulkanik yang mengandung konsentrasi abu tinggi. Dengan kepadatan tinggi, mereka mampu menghancurkan dan menyapu korban. Bahkan orang-orang yang berada di pinggiran aliran awan panas akan menderita luka bakar pada kulit, dan akan menderita obstruksi jalan napas dan terbakar sebagai akibat dari inhalasi partikel. Menghirup sejumlah besar abu akan menyebabkan asfiksia mematikan bahkan pada temperatur rendah. Menghirup abu panas, terutama dikombinasikan dengan kelembaban, akan menyebabkan perpindahan panas yang cepat ke paru-paru, menyebabkan kerusakan yang parah.
Erupsi Paluweh 29 April 2013 dari Landsat
Erupsi Paluweh 12 Februari 2013
Sebuah fitur menarik dari pulau Paluweh adalah bahwa gunung berapi ini adalah satu-satunya sumber air tawar bagi penduduk setempat sampai datangnya persediaan reguler yang dikirim dari daratan. Penduduk desa telah belajar untuk memanfaatkan uap panas bumi di beberapa lokasi di pulau itu, menyalurkannya melalui serangkaian pipa bambu di mana ia mengembun. Air menetes dari ujung pipa bambu dan dikumpulkan.
Baca Juga:
Sumber: photovolcanica
0 Response to "Gunung Paluweh a.k.a. Rokatenda & Rerombola"
Post a Comment